Mediasanjaya.com, TENGGARONG – Bukit Biru di Desa Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara (Kukar) menjadi primadona wisatawan yang ingin menikmati keindahan alam. Dari puncak bukit, pengunjung bisa melihat panorama matahari terbit yang mempesona.
Namun, ancaman penambangan mengintai bukit biru dan sekitarnya. Aktivitas penambangan yang semakin gencar di wilayah itu bisa merusak alam dan mengganggu wisata. Masyarakat dan pengelola wisata pun resah dengan dampak buruk yang mungkin terjadi.
Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kukar, Slamet Hadiraharjo, menepis anggapan bahwa wisata berhubungan dengan kerusakan lingkungan. Ia menegaskan, jika ada tambang yang merusak tempat wisata, itu terkait dengan perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
“Sebetulnya kalau wisata itu kan tidak ada hubungannya dengan kerusakan lingkungan ya. Kalau tambang akan merusak tempat wisata sebetulnya kembalikan kepada perizinannya betul enggak dalam waktu itu proses perizinannya. Itu kan pasti ada pembagian zonasi mana yang bisa ditambang mana yang tidak,” kata Slamet, Selasa (20/2/2024).
Slamet juga mengatakan, pihaknya akan terus berkomunikasi dengan pemerintah daerah dan pihak terkait untuk mengembangkan wisata di Kukar, termasuk bukit biru. Ia mengharapkan, wisatawan bisa menikmati alam Kukar tanpa terganggu oleh tambang.

“Kami akan terus berupaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas wisata di Kukar. Kami juga akan menjaga kelestarian alam dan lingkungan agar wisatawan bisa merasakan sensasi berbeda saat berkunjung ke sini,” ucapnya.
Slamet juga menilai, masyarakat yang menolak tambang di sekitar bukit biru sudah sadar akan risikonya. Ia menyebut, pengusaha tidak bisa seenaknya menambang di lokasi itu tanpa izin. Ia juga mengapresiasi sikap masyarakat Loa Kulu yang peduli dengan lingkungan.
“Kalau karena pemikiran awal inikan pasti akan merusak, dalam kajian pasti jelas disitu tinggal pengelola misalnya di tambangnya itu dia akan menyalahi perizinan apa enggak. Kemudian tambang itu tidak serta merta berusaha pasti mereka diizinkan terutama ada pasal yang mengatur dia tidak bisa bekerja melainkan tidak ada perolehan atas tanahnya. Berarti kan pertama sesuai dengan izin lingkungan, yang kedua itu berarti ada yang menjual lahannya pemilik pribadi. Tapi kalau sekarang Loa Kulu bagus kalau yang kemarin penentangan itu kan memang masalahnya lebih cenderung melihat keadaan lingkungan jadi tidak setuju dengan tambang itu,” tutupnya.(Adv/Dispar Kukar)